Rabu, 02 Mei 2018
Selasa, 01 Mei 2018
Apa Beda Talqin dan Bai'at
TALQIN DAN BAI'AT
Talqin itu peringatan guru kepada murid, sedang bai’at yang juga dinamakan ahad adalah sanggup dan setia murid di hadapan gurunya untuk mengamalkan dan mengerjakan segala kebajikan yang diperintahkannya.
Banyak hadist yang menerangkan kejadian Nabi mengambil ahad pada waktu membai’atkan sahabat-sahabatnya.
Diriwayatkan oleh Ahmad r.a. dan Tabrani r.a. bahwa Rosululloh SAW, pernah mentalqinkan sahabat-sahabatnya secara berombongan atau perseorangan.
Talqin berombongan pernah diceritakan oleh syaddad bin Aus r.a. :
“ Pada suatu ketika kami berada dekat Nabi SAW, Nabi SAW berkata “
“ Apakah ada diantaramu orang asing ? maka jawab saya : “ Tidak ada ”
Lalu Rosululloh menyuruh menutup pintu dan berkata :
“ Angkat tanganmu dan ucapkan LAA ILAAHA ILLALLOH “.
Seterusnya berliau berkata :
“ Segala puji bagi Alloh wahai Tuhanku, Engkau telah mengutus aku dengan kalimah ini dan Engkau menjadikan dengan ucapannya kurnia syurga kepadaku dan engkau tidak sekali-sekali menyalahi janji “.
Kemudian beliau berkata pula :
“ Belumkah aku memberikan kabar gembira kepadamu bahwa Alloh telah mengampuni bagimu semua ? “
Maka bersabdalah Rasululloh SAW :
“ Tidak ada segolongan manusia pun yang berkumpul dan melakukan dzikrulloh dengan tidak ada niat lain melainkan untuk Tuhan semata-mata, kecuali nanti akan datang suara dari langit. Bangkitlah kamu semua, kamu sudah diampuni dosamu dan sudah ditukar kejahatannya yang lampau dengan kebajikan ”.
Oleh karena itu Tuhan berfirman :
فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِى بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوزُ الْعَظِيْمُ
“ Maka bergembiralah kamu dengan bai’atmu, yang telah kamu lakukan itu adalah kejayaan yang agung ( QS.At-Taubah : 111 )”.
Tentang bai’at perseorangan pernah diceritakan oleh Yusup Al Kurani r.a. dan teman-temannya dengan sannad yang syah : “ Bahwa Sayyidina Ali k.w. bertanya kepada Nabi : “ Ya Rosululloh tunjukilah aku jalan yang sependek-pendeknya kepada Alloh dan yang semudah-mudahnya dan paling utama dapat ditempuh oleh hambanya pada sisi Alloh ? “.
Maka bersabdalah Rosululloh :
“ Hendaknya kamu lakukan dzikrulloh yang kekal ( dzikir dawam ) dan ucapan yang paling utama pernah kulakukan dan dilakukan oleh Nabi-nabi sebelum aku yaitu LAA ILAAHA ILLALLOH. Jika di timbang tujuh petala langit dan bumi dalam satu timbangan dan kalimat LAA ILAAHA ILLALLOH dalam satu timbangan lainnya maka akan berat kalimat LAA ILAAHA ILLALLOH dalam daun timbangan yang lain”.
Kemudian ia berkata ; Wahai ‘Ali, tidak akan datang kiamat di atas muka bumi ini masih ada orang yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLOH.
Sayyidina ‘Ali berkata :
“Bagaimana carannya aku berdzikir itu ya Rosululloh ?”.
Nabi menjawab :
” Pejamkan kedua matamu dan dengar aku mengucapkan tiga kali, kemudian engkau mengucapkan tiga kali pula sedangkan aku mendengarkan. Maka berkatalah Rosululloh LAA ILAAHA ILLALLOH tiga kali, sedangkan kedua matanya dipejamkan dan suaranya dikeraskan, serta ‘Ali mendengarkannya. Kemudian Ali mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLOH tiga kali dan Nabi mendengarkannya”.
Demikian cara talqin dzikir yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib k.w. yang kemudian diterangkan bahwa talqin dzikir hati yang bersifat bathiniyah dilakukan dengan isbat tidak dengan nafi, yaitu dengan lafadz isim zat seperti yang difirmankan oleh Alloh dalam Al Quran :
قُلِ اللهُ ثُمَّ ذَرْهُم فِى خَوْضِهِمْ يًلْعَبُونَ
Katakanlah “Alloh “ kemudian tinggalkan sifat mereka bermain-main didalam kesesatan ( QS.Al-An’aam ; 91 ).
Nabi memperingatkan Sayyidina Ali k.w. :
“ Wahai Ali pejamkan kedua matamu katupkan bibirmu dan lipatkan lidahmu lalu sebutkan ; Alloh, Alloh “.
Inilah cara yang pernah dipelajari dan diambil oleh Sayyidina Abu Bakar r.a. secara rahasia ( mengisi perasaan ) daripada Nabi dan inilah dzikir yang boleh terhujam teguh sampai kedalam hati.
Karena inilah Nabi memuji Sayyidina Abu Bakar r.a bukan karena banyak puasa dan sholat, tetapi karena sesuatu yang terhujam dalam hatinya.
Firman Alloh dala Al Quran “
الَّذِيْنَ ءاَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُو بُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ اَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ القُلُوبُ
“ Dan mereka yang mempunyai iman yang teguh serta tetap tenang hatinya dengan dzikrulloh, bukankah dzikrulloh itu menenangkan dan menentramkan hati ? ( QS Ar-Ra’du : 28 )”.
Jalan atau thoriqot yang kedua macam ini tentang dzikir jahar dan khofi adalah pokok daripada seluruh THORIQOT, kemudian tersiarlah dalam perinciannya dengan kurnia Tuhan Yang Maha Murah.
Sesungguhnya dzikir itu adalah sebab wusulnya manusia kepada Alloh SWT dan menjadi sebab pula manusia dapat mahabbah kepada-Nya.
Oleh karena itu, manusia tidak akan dapat menghindari apa yang menjadi kesalahan dan apa yang menjadi kekerasan hati dan begitu pula apa yang menimbulkan segala amarah, melaikan manusia yang mengharapkan Rahmat Alloh dengan mengamalkan dzikir. Dan apabila telah berhasil mereka akan kembali menjadi manusia yang baik sebagaimana Alloh berfirman dalam Hadist Qudsi :
“ Aku dekat sekali kepada orang yang hatinya dapat menyingkirkan kesalahan”.
Selanjutnya di perjelas bahwa :
Kemudian dzikirnya tetap dengan latifah “ Qolbi ” ( kehalusan jantung), yang tempatnya di bawah susu kiri kira-kira dua jari dari susu kiri. Maka setelah terasa dzikir di dalamnya, keluarlah cahaya yang menyinari ke bawah bahunya menuju ke atas atau didalamnya itu terasa getaran kuat.
Lalu ditalqinkan oleh gurunya dengan latifah “ Ruhi ” yang tempatnya dibawah susu kanan, kira-kira dua jari dari susu kanan. Dan setelah melakukan dzikir bersama-sama, dzikir di dalam hati seperti orang melihat kedua jurusan (kanan-kiri), di satukan pandangan bathinnya menjadi satu jurusan. Setelah terasa didalamnnya gerak dan teguhnya dzikir.
Lalu ditalqinkan lagi oleh gurunya dengan latifah “ Sirri ”. Latifah Siiri ini, tempatnya diatas susu kiri , kira kira dua jari. Dan dzikirnya harus merasa tetap.
Kemudian ditalqinkan lagi oleh gurunya dengan latifah “ Khofi” yang tempatnya diatas susu kanan kira-kira dua jari.
Kemudian di talqinkan lagi oleh gurunya dengan latifah “ Akhfa “ yang tempatnya di tengah-tengah dada, dan terus diteguhkan dzikir seperti latifah-latifah lainnya.
Setelah itu ditalqinkan lagi dengan latifah “ Nafsi “ yang tempatnya diantara mata dan keningnya. Disini diisi dengan teguh hatinya penuh dzikir di seluruh latifahnya.
Kemudian sampai ke latifah “ Jasad “ ( latifatul Qolab ) yang berarti kehalusan seluruh badan yang penuh dengan dzikir, setelah menyeluruh dzikirnya di tiap-tiap bahagian anggotanya, sehingga menembus keseluruhan akar-akar bulunya iman dengan getaran rasa yang lemas dan atau merasa menyelup-kan dzikir nampak diseluruh badan.
Maka dari itu keadaan seperti gerakan dzikir dalam hati itu dari bawah sampai keatas diberi nama oleh ahli Tashowwuf “ Sulthonud dzikir “ ( rajanya dzikir ).
Tuhan telah berfirman :
“ Dan sesungguhnya dzikir kepada Alloh sangat berfaedah “
Seterusnya Tuhan berfirman pula :
وَاذْكُرْ رَّبَّكَ فِى نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيْفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَولِ بِالْغُدُوِّ وَ الْأَصَالِ وَلاَ تَكُنْ مِّنَ الْغَفِلِيْنَ
“Ingatlah kepada Tuhanmu dengan segala kerendahan diri dan takut, tidak dengan suara keras, senantiasa pagi dan petang dan janganlah kamu menjadi orang yang lupa kepada Tuhan ( QS.Al-A’raf : 205 )”.
Disinilah letaknya keistimewaan Khalifah Pertama Abubakar r.a. , Nabi SAW bersabda tentang pendidikannya :
“ Tidak ada sesuatupun yang dicurahkan Alloh kedalam dadaku, melainkan aku curahkan kembali kedalam dada Abubakar”.
Dan Nabi SAW berkata seterusnya :
“ Alloh tidak melihat pada wajahmu, tetapi Ia melihat kepada isi bathinmu ”.
Dan Nabi berkata selanjutnya :
“ Tiap-tiap sesuatu ada wadahnya dan wadah taqwa itu adalah hati orang Arifin ”.
Nabi SAW bersabda :
“ Barang siapa yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLOH tetapi tidak diamalkan sebagaimana yang diperintahkan maka Tuhan mengecamnya : Wahai hambaku, engkau itu dusta, engkau ucapkan apa yang tidak engkau kerjakan “.
Banyak firman-firman Tuhan memperingatkan mereka yang lupa kepada Tuhan itu, antara lain firmannya :
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكَا وَنَحْشُرُوهُ يَوْمَ الْقِيَمَةِ أَعْمَى
“ Barang siapa yang tidak senang memperhatikan peringatan-Ku, bagi orang itu akan disebabkan penghidupan yang sempit, kemudian kami hinpunkan dia pada hari kiamat dengan keadaan buta ( QS.Thoha :124 )”.
Pada firman yang lainnya, Alloh SWT berfirman :
وَ مَنْ كَانَ فِى هَذِهِ اَعْمَى فَهُوَ فِى الْاَخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلاَ
“ Barang siapa didunia ini sudah buta, maka di akhiratnya akan lebih buta dan tersesat dari jalan kebenaran(Q.S Al-Isro’ : 72)
Dalam Al Quran, Alloh SWT memperingatkan pula :
فَإِنَّهَا لاَ تَعْمَى الْأَبْصَرُ وَلَكِنْ تَعْمَ الْقُلُوبُ الَّتِى فِى الصُّدُورِ
“ Jika disebut buta, bukanlah buta matanya, tetapi buta hatinya, yang terletak didalam dada ( QS.Al-Haj : 46 ) ”.
Maka dari itu marilah kita perhatikan sabda Penghulu kita Syekh Abdul Qodir al Jaelani q.s.a :
“ Sebab-sebab yang membutakan hati itu adalah diantaranya jahil, atau tidak sefaham tentang hakikat perintah ketuhanan. Sebab jahil itu ialah bahwa jika jiwa kita sudah dikuasi oleh sifat jiwa dzolim, seperti : takabur, iri dengki, kikir, melihat diri lebih utama, suka membuka rahasia orang lain, suka membawa berita adu domba, bohong, dusta dan semacam dari itu pada sifat-sifat tercela, yang acap kali menjatuhkan manusia kedalam lembah kehancuran dan kehinaan ”.
Bagaimana membuang sifat-sifat yang buruk ini ?
Caranya untuk membuang sifat-sifat yang tercela itu adalah jalan membersihkan cermin hati itu dengan membersihkan tauhid, ilmu, amal dan mujahadah yang sungguh-sungguh lahir bathin, sehingga hati yang mati itu hidup kembali dengan Nur-Tauhid.
Telah bersabda Nabi SAW :
“ Bagi tiap-tiap sesuatu ada alat pembersih, dan alat pembersih hati yaitu “ DZIKRULLOH ”. Ketahuilah bahwa membersihkan jiwa dan menolak kehendak nafsu yang keji itu hukumnya fadhu’ain, membutuhkan perjuangan yang besar dan daya usaha yang amat sangat “.
Alloh SWT berfirman dalam Al Quran :
“ Barang siapa yang berjuang atau mujahadah, sebernarnya berjuang untuk dirinya”.
Firman Alloh pula dalam Al Quran :
“ Adapun orang yang takut kepada Tuhan dan mencegah dirinya daripada hawa nafsu yang keji, balasan dan tempatnya itu adalah syurga “.
Maka firman Tuhan dalam sejarah Nabis Yusuf a.s. :
وَمَا اُبَرِّئُ نَفْسِى إِنَّ النَّفْسِ لَأَ مَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَ رَحِمَ رَبِّى إِنَّ رَبِّى غّفُورٌ رَّحِيْمٌ
“ Tidak dapat saya melepaskan hawa nafsu saya, karena hawa nafsu saya itu selalu menyuruh saya berbuat kejahatan, kecuali di sayangi oleh Tuhan akan saya ini “ ( QS Yusuf : 53 ).
Dan berkata pula Rosululloh SAW :
“ Yang saya takuti daripada segala ketakutan umat saya, ialah mengikuti hawa nafsu dan berpanjang-panjang cita dan angan-angan kosong. Adapun mengikuti hawa nafsu itu akirnya mencegah manusia sampai kepada yang hak, sedangkan berpanjang cita dan angan-angan kosong, akan merupakan dia ke akhirat “.
Rosululloh SAW bersabda pula :
“ Jihad yang terutama, ialah jihad seseorang untuk dirinya dan hawa nafsunya “ ( HR.Bukhori Muslim ) .
Sabda Nabi SAW selanjutnya :
اَعْدَ عَدُوِّكْ نَفْسُكَ لَّتِ بَيْنَ يَمْبَيْك
“ Musuhmu yang paling berbahaya adalah nafsumu yang terletak diantara dua lambungmu “.
Firman Alloh SWT dalam Al Quran :
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا # وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَا
Pasti jaya orang yang membersihkan dirinya , dan pasti celaka orang yang mensia-siakan dirinya ( QS.Asy-Syamsi : 9-10 ).
Yang disebut diatas itulah jiwa yang tercela yang selalu terdapat pada tiap pribadi, pada setiap masa dan zaman.
Semua Agama dan aliran sepakat menanamkan dia jiwa tercela dan menyatakan cemas untuk membencinya, untuk menjaga jangan tertipu dan untuk mencegah jangan sampai pribadi kita condong kepada tipu daya nafsu. Oleh karena itu pekerjaan ulama-ulama Thoriqot yang pertama dan utama mendidik murid untuk dapat menguasai dirinya, ialah melakukan riyadhoh dan latihan-latihan, sanggup menentang hawa nafsunya, sedia mengubah kebiasaan-kebiasaan dan syahwatnya.
Guru-guru Thoriqot itu memperingatkan agar murid-murid meninggalkan sifat-sifat tersebut dan tidak menyukai membiasakan mereka membuat perhitungan laba rugi.
Nabi SAW Berkata :
حَسِبُوْ قَبْلَ اَنْتُ حَسِبْكُم
“ Perhitungkanlah dirimu sebelum engkau menghadapi perhitungan Tuhan “.
Ulama-ulama ‘Arifin (Tashowwuf) setengahnya berkata :
“ Tidak mengapa mengikuti syahwat yang diperkenankan untuk diri kita, apabila teryata dapat menguatkan ibadah, seperti : tidak mengapa memakai pakaian yang megah untuk melahirkan nikmat Tuhan. Tidak mengapa makan dan minum yang sedap-sedap untuk kepentingan kesehatan anggota badan bersyukur dan menjadi kuat pada indera, sebagaimana yang pernah diperkenankan oleh ulama-ulama sufi dan Thoriqot Syaziliyyah “.
Ahli ma’rifat Syekh Syazili r.a pernah berkata kepada teman-temannya :
“ Makan dan minumlah kamu daripada makanan yang baik-baik, minumlah minuman yang sedap, tidurlah diatas tempat yang empuk, berpakaianlah dengan pakaian yang halus, tetapi perbanyaklah dzikir kepada Tuhanmu “.
Firman Alloh :
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءاَمَنُوا لاَتُلْهِكُمْ اَمْوَلُكُمْ وَلاَ أَوْلَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِـكَ هُمُ الْخَسِرُونَ
“ Wahai orang-orang yang beriman, jagalah agar pengaruh harta bendamu dan anak pinakmu tidak merusak kamu untuk dzikrulloh. Barang siapa berbuat demikian, pasti mereka akan rugi “ ( QS.Al-Munafiqun : 9 ).
Firman Tuhan pula :
كُلُوْا واشْرَبُوا مِنْ رِّزْقِ اللهِ وَلاَ تَعْثَوافِى الْاَرْضِ مُفْسِدِيْنَ
“ Makan dan minumlah kamu daripada rizki yang dikaruniakan Alloh, dan Janganlah kamu berlomba-lomba berbuat kerusakan diatas bumi ini “ ( QS.Al-Baqoroh : 60 ).
Apabila hamba Alloh merasakan yang demikian itu berkata “ Alhamdulillah ”, maka tiap-tiap anggota badannya bersyukur pula kepada Alloh. Sebaliknya, bilamana manusia itu tidak demikian, ia hanya mengucapkan syukur , padahal dalam hatinya tidak, bahkan mengingkari takdir Tuhan.
Syekh Ali Al-Qodir r.a. berkata :
“ Hendaklah berbangga-bangga di dunia orang sufi, tidur diatas tikar yang tenang, Tuhan memasukannya kedalam syurga yang tinggi “.
Keterangan yang diatas ini menjadi dalil, banyak raja-raja dan pangeran-pangeran ahli dunia, yang kebesaran dan kemewahannya tidak mencegah mereka daripada dzikrulloh. Maka di beri pahala dan ganjaran, dan Tuhan memasukan mereka itu dengan rahmat-Nya dalam syurga yang tinggi.
Contoh ini ditiru oleh ulama-ulama Sufi dalam Thoriqot Naqsyabandiyyah, Syaziliyyah dan Kubrawiyyah.
Dalam kitab “ Ar-Rasyikhat ” telah berkata Tuan Syekh Bahaudin Naqsyabandi r.a. :
“ Tiap macam makanan harus baik, beribadat pun harus baik pula ”.
Beberapa kalimat ini cukup untuk menunjukan buat ‘Arif Budiman, bahwa tidak semua kesenangan didunia disingkirkan oleh orang-orang Sufi.
Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani q.s.a berkata :
“ Harta bendamu itu adalah khodammu dan engkau adalah Khodam Alloh. Maka Hidupmu di dunia ini harus menjadi manusia ‘ tauladan “ dan hidupmu di akhirat kelak menjadi orang yang mulia “.
Nabi SAW berkata :
“ Bukanlah orang yang baik jika engkau tinggalkan dunia dan akhirat atau sebaliknya meninggalkan akhirat untuk dunia, tetapi hendaklah mencapai kedua-duanya, karena dunia itu jalan ke akhirat dan jangan kamu bergantung kepada manusia “. ( Ibn As-Sakir ).
Firman Tuhan dalam al Quran :
وّابْتَغِ فِيْمَا ءاَتَكَ اللهُ الدَّارَ الْاَخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَسِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيا وَاَحْسِنْ كَمَ اَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ اِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“ Kejarlah apa yang diberikan Tuhan untuk akhirat, tetapi janganlah engkau lupa akan nasibmu di dunia. Berbuat baiklah sebagaimana Tuhan berbuat baik kepadamu, janganlah bercita-cita berbuat kerusakan diatas muka bumi ini, karena Alloh tidak menyukai mereka yang berbuat kerusakan “ ( QS.Al- Qosos : 77 )
Kenapa kita harus Bertasyawuf..?
Syarat Belajar Ilmu Tasawuf
Telah menyebut Al-Arif Al-Rabbani Kamil Mukamil Wali Qutub Sheikh Abi Madyan r.a. dalam kitabnya “Kanzul Manan” sebagaimana berikut;Tiada patut mendengar bagi Ilmu ini (Thoriqat / Tasawuf) melainkan bagi orang yang bersifat dengan empat sifat ini iaitu;
1.Zahid dengan meninggalkan segala yang lebih daripada yang halal
2.Ilmu Syariat yang membaikkan zhohirnya,
3.Tawakkal dan
4.Keyakinan kepada Allah dan Rasul
Inilah syarat-syarat utama yang perlu dimiliki oleh seseorang yang ingin mengikut jalan atau thoriqat Ilmu Tasauf ini. Tegasnya bagi sesiapa yang ingin belajar atau menuntut ilmu ini, atau mendengar ilmu ini, membicarakan dan membahas ilmu ini, mereka hendaklah memperlengkapkan diri mereka dengan empat perkara tersebut. Tanpa salah satu atau mana-mana dari empat syarat-syarat yang tersebut itu, maka tidaklah patut bagi seseorang itu mendengar apatah lagi memperkatakan sesuatu mengenai Ilmu Tasawufini.
1. Zahid.
Adalah makna zahid ialah meninggalkan segala yang berlebih-lebihan daripada yang halal. Ini adalah kerana seorang yang Salik itu merupakan orang musafir kepada Tuhannya. Maka manakala jika ada sesuatu yang melebihi dari kadar keperluan dan hajatnya dalam perjalanannya, nescaya ianya akan menjadi penegah dan penghalang untuknya melangkahkan kaki. Ini adalah kerana Hadrat Haq Subhanahuwa Taala itu diharamkan masuk atas orang yang membawa di belakangnya sesuatu tanggungan(sangkutan keduniaan).
Dala arti kata yang lain, hendaklah disucikan tangannya daripada mengambil sesuatu yang lebih daripada dunia dan disucikan hatinya daripada berhadap kepadaNya kerana adalah pada Hadrat yang Qudsi itu ditegahkan masuk orang yang penuh hatinya dengan Akdar dunia yang Masyiwallah(sesuatu selain daripada Allah) seperti kata Sheikh Ibni Athoillah As-Sakandari;
Bagaimana terang bercahaya hatinya sedangkan segala rupa Akuan(cita-cita dunia) termeteri pada muka cerminnya atau;
Bagaimana ia suka berjalan kepada Allah Taala padahal tertambat dengan segala keinginan syahwatnya atau;
Bagaimana ia loba masuk pada Hadrat Allah Taala sedangkan ia tiada bersuci dari segala junub kelalaiannya atau;
Bagaimana ia harap hendak faham akan keindahan Asror atau rahsia-rahsia yang halus(yang dalam) pada hal ia tidak taubat daripada kesalahannya.
Antara alamat orang yang zahid ialah sebagaimana yang disebut dalam Kitab Sira Ssalikin di mana telah berkata Imam Ghazali;Adapun alamat Zahid itu tiga perkara iaitu;
~1. Tiada ia suka dengan suatu yang ada kepadanya dan tiada dukacita di atas ketiadaan sesuatu padanya seperti firman Allah yang bermaksud; “Supaya tiada dukacita kamu atas sesuatu yang luput dan tiada suka dengan sesuatu yang datang kepada kamu”.
~2. Bersamaan padanya orang yang memuji dan menghinanya.
2. Ilmu
Yang dimaksudkan dengan ilmu di sini ialah Ilmu Syariat yang ruang lingkupnya bergantung dengan perkara-perkara yang membaikkan zhohirnya. Maka manakala tiada mengetahui oleh orang yang Salik ilmu-ilmu atau jalan untuk membaikkan zhohirnya nescaya tiadalah dapat ia mengetahui akan jalan untuk membaikkan batinnya. Ini adalah kerana orang yang tiada berhenti pada pintunya tiadalah masuk di dalam tempat perhentian ahbabnya(kekasihnya). Dengan kerana itulah, maka hiasilah olehmu wahai orang Salik dengan pakaian syariat dan berhiaslah dengan adab thoriqat, nescaya teranglah atasmu beberapa cahaya hakikat dan jadilah kamu ahli bagi Mukhotobah yakni berkhabar-khabaran dan ahli Musyawarah yakni orang yang berkhabar-khabaran pada malam dan dapatlah kamu akan lazat Mukhotobah. Ini adalah kerana untuk terbukanya sesuatu yang hakikat yang didapati dari Alam Ghaib, perlulah ada sesuatu Wirid atau amalan syariat yang sempurna.
Tersebut dalam bicara Kitab Hikam Ibni Athoillah As-Kanddari bahawa tidak akan ada Warid tanpa Wirid. Yang dimaksudkan dengan wirid ialah apa sahaja amalan zhohir atau batin yang dilakukan secara Istiqamah dan terhasilah Warid Ilahiyyah iaitu pembukaan dan pencampakan Nur Ketuhanan yang membukakan sesuatu yang sebelum ini tertutup atau terhijab. Dengan terbukanya sesuatu rahsia di Alam Ghaib ini, maka terserlah bahagian-bahagian hakikat atau makrifat mengikut kadar yang diizinkan.
3. Tawakkal
Amat perlu bagi seorang Salik itu memakai pakaian tawakkal kerana Tawakkal itu ialah memadai dengan pengetahuan Allah pada mu daripada bergantung hati akan yang lain. Maka apabila engkau ketahui bahawasanya;
Allah itu Tuhan Yang ‘Alim yakni yang mengetahui dengan segala hal kamu; lagiAllah itu Amat Kuasa atas memadakan(menjamin) akan segala hajatmu;
lagi Allah itu terlebih kasih sayang bagimu lebih daripada kasih sayang ibu-bapamu malah melebihi akan kasih-sayangmu pada dirimu sendiri,
nescaya berhimpunlah hatimu itu atas Allah dan tiada berhadap dengan hatimu melainkan kepadaNya(Allah). Dan tiada engkau jatuhkan pandangan dan ingatan itu melainkan padanya(berhadap kepada Allah).Adalah tawakkal ini terlebih-lebih sangat dikehendaki oleh orang yang Salik itu pada perjalannnya melebihi sangat berkehendaknya seorang yang dahaga kepada air.
4. Yakin
Yakin ialah I’tiqad(pegangan) berpegang teguh kepada apa yang dikhabarkan oleh Allah dan RasulNya. Dengan keyakinan itulah ia akan berpegang kepada perkara yang sebenarnya dengan tiada ragu pada Allah dan Rasulnya atas jalan yang pernah putus, sekiranya ghoib atas hatinya dan jadilah segala yang ghaib itu seperti dilihatnya. Maka diketahui dengan perasaannya bahwasanya Allah Taala tiada menjadikan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadat kepadaNya. Maka tiada dijadikan akan segala pancainderanya melainkan kerana disuruh mengerjakan taat dengannya dan tiadalah dijadikan hati melainkan kerena tempat untuk berzikir(ingat/yakin) akan Dia dan supaya jangan hati itu tidak bimbangkan(cenderung dan kasih) dengan sesuatu yang lain selain daripada Allah.
Maka barangsiapa berhasil baginya yakin yang zauqi(rasa yang melenyapkan isyarat) atas jalan ini nescaya;
mereka tiada akan memalingkan lidahnya melainkan di dalam zikir akan Dia dan
tiadalah mereka memalingkan telinganya melainkan dengan mendengar kalam Allah dan kalam RasulNya dan kalam AuliyaNya dan kepada tiap-tiap sesuatu yang menyampaikan dia kepada TuhanNya dan
tiada berpaling matanya melainkan pada barang yang memberi manfaat dan menunjuk akan dia kepada jalan Allah.
Dan demikianlah dikirakan(ditilik) dirinya pada tempat penerimaan segala nikmat yang memberi nikmat dengan dia oleh MaulaNya(Allah) hinggalah tercapailah ia akan Maqam orang yang Syaakirin iaitu orang yang memalingkan pandangannya bahawa sekelian nikmat yang diberikan Allah ke atasnya kepada sesuatu yang dijadikan untuk tujuan kembali kepada jalan Allah. Maka tatkala itu tercapailah ia akan bertambah pemberianNya seperti maksud Allah Taala (Walai in syakar tum laiziidannakum).“Dan apabila kamu bersyukur, pasti Allah menambahnya”Bermula Maqam yakin itu ialah diketahui oleh seseorang bahawa Allah Taala melihat atas tiap-tiap waktu dan ketika seperti kata Sheikh Abi Madyan r.a
Bermula Haq Taala itu melihat atas segala rahsia hambaNya dan zhohirnya pada tiap-tiap nafas dan tiap-tiap hal(kelakuannya). Maka di mana ada hati melihat akan Dia(Allah) hal keadaannya memberi bekas akan TuhanNya daripada yang lain, nescaya dipeliharakan akan dia daripada kedatangan percubaan dan daripada fitnah yang menyesatkan dia daripada memandang yang lain daripada Allah.
Inilah hikmah atau edaran(pusingan) Ahli Sufiah iaitu Maqam Muroqobah dan Maqam Ihsan iaitu mengetahui bahawasnya Allah Taala melihat ia pada sekelian seketika dan mengetahui pula Allah Taala akan barang yang di dalam dirinya . Maka jadilah ia;
bersamaan pada zhohir dan batinnya dan
bersamaan pada khulwatnya(sendirian) dan jalwahnya (di dalam tengah orang ramai) bersamaan padanya zhohir.
Maka tiada dilihat dalam segala kelakuannya itu melainkan MaulaNya(Allah) dan tiada berhadap pada menyampaikan hajatnya melainkan kepadaNya. Dan hasillah daripada Sheikh Abi Madyan r.a;Bahawasanya pati jalan untuk sampai kepada Allah itu bahawa mengetahui orang yang Salik akan bahawasnya Allah Taala itu Tuhan Yang Melihat atas segala rahsianya dan zhohirnya pada tiap-tiap nafas dan tiap-tiap kelakuannya.
Petikan dari Kitab “Kanzul Manan” ‘ala Hikam Abi Madyan r.a
Yang salah Ustadz Atau Jamaah
بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Pertanyaan yang sering dipertanyakan
Yang salah Ustadz atau Jama’ahnya?
Setelah kami kaji permasalahannya adalah pada umumnya ustadz hanya menyampaikan 2 pokok agama dari 3 pokok agama yang harus disampaikan kepada jama’ahnya
3 pokok agama tersebut ada disampaikan dalam hadits seperti,
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir dari Umarah -yaitu Ibnu al-Qa’qa’- dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah dia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Kalian bertanyalah kepadaku‘. Namun mereka takut dan segan untuk bertanya kepada beliau.
Maka seorang laki-laki datang lalu duduk di hadapan kedua lutut beliau, laki-laki itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Islam adalah kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, membayar zakat, dan berpuasa Ramadlan.
Dia berkata, ‘Kamu benar.’ Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah iman itu? ‘
Beliau menjawab, ‘Kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya,beriman kepada kejadian pertemuan dengan-Nya, beriman kepada para Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari kebangkitan serta beriman kepada takdir semuanya‘.
Dia berkata, ‘Kamu benar‘. Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu?
Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.
Dia berkata, ‘Kamu benar‘. Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu?
Beliau menjawab, ‘Tidaklah orang yang ditanya tentangnya lebih mengetahui jawabannya daripada orang yang bertanya, akan tetapi aku akan menceritakan kepadamu tentang tanda-tandanya;
yaitu bila kamu melihat hamba wanita melahirkan tuannya. Itulah salah satu tanda-tandanya.
(Kedua) bila kamu melihat orang yang tanpa alas kaki telanjang, tuli, bisu menjadi pemimpin (manusia) di bumi. Itulah salah satu tanda-tandanya.
(Ketiga) apabila kamu melihat penggembala kambing saling berlomba tinggi-tinggian dalam (mendirikan) bangunan. Itulah salah satu tanda-tandanya dalam lima tanda-tanda dari kegaiban, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, kemudian beliau membaca:
اِنَّ اللهَ عنْدّهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَافِى الْاَرْحَامِ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَذًا وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ بِأَيِّ اَرِضٍ تَمُوتُ اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
(Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahuiapa yang ada dalam rahim.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui(dengan pasti) apa yang akan diusahakan-Nya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal) (Qs. Luqman: 34).
Kemudian laki-laki tersebut bangun (mengundurkan diri), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Panggillah dia menghadapku! ‘ Maka dia dicari, namun mereka tidak mendapatkannya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Laki-laki ini adalah Jibril yang berkeinginan agar kalian mempelajari (agama) karena kalian tidak bertanya‘. (HR Muslim 11)
Tiga pokok agama yang disimpulkan dari percakapan antara Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam dengan Malaikat Jibril a.s yakni
Apakah Islam
Apakah Iman
Apakah Ihsan
Yang disampaikan oleh para Ustadz umumnya adalah 2 pokok saja yakni
Apakah Islam
Apakah Iman
Para Ustadz pada umumnya tidak menyampaikan “apakah Ihsan”
Dari hadits di atas Rasulullah menjelaskan tentang Ihsan adalah “Kamu takut (khosyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Norma, Adab, perilaku, akhlak ada didalam Ihsan. Mereka yang bergunjing, berkeluh kesah , berkata dengan kasar, bahkan masih ada yang berputus asa adalah karena mereka minimal tidak meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla melihat mereka,
اَللهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَتَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
mereka tidak meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla mengurus ciptaanNya dan Dia tidak tidur. (Al Baqarah [2]:255)
Muslim yang meyakini diawasi/dilihat oleh Allah -Maha Agung sifatNya atau mereka yang dapat melihat Rabb dengan hati (ain bahiroh) atau muslim yang Ihsan atau muslim yang bermakrifat maka ia mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya, mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, mencegah dirinya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar. Sehingga terwujud dalam berakhlakul karimah. Inilah tujuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Oleh karenanya seorang ustadz sebaiknya menyampaikan ketiga pokok agama yakni Islam, Iman, Ihsan agar terbentuk muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang ihsan atau muslim yang bermakrifat yakni muslim yang dapat menyaksikan Allah dengan hati mereka (ain bashiroh).
Islam dan Iman dikenal dengan syariat sedangkan Ihsan dikenal dengan tasawuf.
Imam As Syafi’i ~rahimahullah menasehatkan kita untuk menjalankan perkara syariat sebagaimana yang mereka sampaikan dalam kitab fiqih sekaligus menjalankan tasawuf untuk mencapai muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang Ihsan
Imam Syafi’i ~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) ,”Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i, hal. 47]
Begitupula dengan nasehat Imam Malik ~rahimahullah bahwa menjalankan tasawuf agar manusia tidak rusak dan menjadi manusia berakhlak baik
Imam Malik ~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) “Dia yang sedang tasawuf tanpa mempelajari fiqih (perkara syariat) rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia, hanya dia siapa memadukan keduanya terjamin benar” .
Imam Nawawi ~rahimahullah berkata : “ Pokok-pokok metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman : 20, Imam Nawawi)
Jika mereka menjalankan perkara syariat tidak diikuti dengan menjalankan tasawuf atau mereka tidak memperhatikan amalan batin mereka maka mereka akan sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah sampaikan sebagai “Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan” (HR Muslim 1773) maknanya sholat mereka sebatas dzahirnya saja atau amalan lahirnya saja, tidak sampai kepada bathin (qalbu) mereka atau tidak bermanfaat atau mempengaruhi kepada hati atau bathin mereka yang mengatur jasad lahir sehingga sholat mereka tidak mencegah perbuatan keji dan mungkar, sholat mereka tidak mencegah mereka dari bergunjing, berkeluh kesah , berkata dengan kasar, bahkan masih ada yang berputus asa.
Selengkapnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “akan muncul suatu firqah/sekte/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
اِنَّ الصَّلَوةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45).
Sholat mereka tidak menumbuhkan keyakinan akan pengawasan Allah atau pengawasan Allah tidak tertanam dalam jiwanya atau qalbunya.
Segelintir kaum muslim, ibadah sholat mereka sekedar upacara keagamaan (ritual) atau gerakan-gerakan yang bersifat mekanis (amal) yang sesuai syarat dan rukun-rukunnya (ilmu), sebagaimana robot sesuai programnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR Muslim)
Tidaklah mereka mencapai sholat yang dikatakan oleh Rasulullahshallallahu alaihi wasallam bahwa “Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin“,“sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“. yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah.
Dalam sebuah hadist Rasulullahshallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kalian apabila sholat maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (bertemu) dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerti bagaimana bermunajatdengan Tuhan”
Allah berfirman yang artinya,
وَاسْتَعِيْنُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَوةِ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَشِــعِيْنَ
“Sesungguhnya sembahyang (Sholat) itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu’ yaitu mereka yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 45).
Langganan:
Postingan (Atom)